Dosen Itu (Rata2) Baik

ngajarKalau dulu ditanya siapa yang paling saya takuti (setelah tuhan) saya akan jawab dosen.  Saking takutnya sama dosen saya jarang datang ke prodi. Kalaupun perlu ke sana saya akan datang dengan mengendap-endap, melirik kanan kiri menghindari dosen.

Alasannya saya takut dimarahi oleh dosen. Saya punya banyak dosa terhadap dosen. Dosanya ini sebenarnya seperti lingkaran setan. Start up-nya adalah saya stres dengan kuliah. Karena stres saya meninggalkan kewajiban tertentu dari perkuliahan. Karena kewajiban tersebut saya tinggalkan saya takut dimarahi dosen. Karena takut dimarahi dosen saya menghindari dosen tersebut. Karena saya menghindari dosen tersebut perkuliahan saya terganggu. Dan akhirnya bertambah lah stres saya. Sehingga semakin lama saya menunda menyelesaikannya semakin menjadi-jadi stres tersebut.

Setelah ikut training Siaware saya sadar bahwa lari tidaklah akan menyelesaikan masalah. Satu-satunya cara menyelesaikannya adalah dengan menghadapinya. Setiap pilihan ada konsekuensinya. Lari dari dosen ada konsekuensinya, menghadap dosen juga ada konsekuensinya. Konsekuensi paling besar adalah dimarahi atau mungkin saja dipersulit. Tetapi lari dari dosen konsekuensinya masalah akan semakin panjang. Karena itu, saya tidak peduli lagi bila harus dimarahi. Ini konsekuensi yang harus saya ambil.

Ketika Siaware saya membuat komitmen 36 jam untuk menemui beberapa dosen. Memang saya tidak berhasil menyelesaikannya dalam 36 jam karena sakit. Tetapi niat saya sudah bulat. Saya ingin hidup saya terus berlanjut.

Saya temui dosen yang menurut saya paling baik lebih dahulu. Sebenarnya beliau dosen yang paling saya takut temui karena dosa saya paling besar kepada beliau. Ternyata beliau memang orang baik. Sikap saya tentu mengecewakan beliau tetapi beliau tetap mencemaskan saya. Ketika saya menemuinya dan meminta maaf beliau malah mengatakan bahwa bila saya tidak menemuinya beliau yang akan mencari saya. Beliau yang akan terlebih dahulu memaafkan saya agar saya tidak memiliki beban untuk menemui beliau lagi. Lebih dari itu beliau meminta saya untuk selalu datang menemuinya sebulan sekali untuk melaporkan perkembangan kuliah saya.

Dosen berikutnya saya temui beberapa hari setelahnya. Awalnya saya ragu juga. Walau kata orang-orang beliau orang baik tapi sepertinya orangnya dingin. Ketika bertemu, beliau bertanya kemana saja saya. “Dibawa Saifudin ya?” tanyanya bercanda. Dan tidak ada sesuatu yang buruk terjadi.

Dosen terakhir yang saya temui sebenarnya tidak ada dosa saya kepadanya. Yang ada adalah saya menyia-nyiakan kesempatan yang beliau berikan. Tahun lalu di akhir semester saya mendapat nilai T. Harusnya saya tidak lulus karena sering bolos. Beliau mengatakan bila saya menemui beliau saat itu nilai saya maih bisa diperbaiki. Ketika saya menemui beliau, beliau malah berniat membantu saya. Saya diminta untuk seminggu sekali datang ke labnya untuk berlatih soal-soal.

Menurut ayah saya yang juga seorang dosen di PTN lain, problem saya merupakan problem yang umum terjadi pada mahasiswa yang belum lulus pada waktunya. Setelah ayah saya melihat perubahan saya pasca-Siaware, ayah saya menjadi lebih proaktif menghubungi mereka. Mungkin akhirnya ayah saya mengerti. Bahwa mahasiswa-mahasiswa tersebut bukan malas tetapi kehilangan motivasi. Saya juga melihat beberapa teman mahasiswa yang mengalami problem yang sama. Ada teman yang mengulang laboratorium sampai tiga kali. Padahal dosen penanggungjawabnya sudah memanggilnya untuk memberi perbaikan.

Mengetahui keadaan mahasiswa-mahasiswa tersebut membuat saya memberanikan diri berbagi cerita di atas. Saya sebenarnya malu untuk bercerita karena merasa hanya saya yang mengalami problem seperti ini. Semoga cerita di atas bisa membantu teman-teman atau siapapun yang punya problematika yang sama. Hadapilah ketakutan-ketakutan yang kita miliki. Katanya menurut penelitian, 90% dari ketakutan itu tidak beralasan dan hanya 4% yang terjadi.[]

No comments yet

Leave a comment